Agustinus Wibowo dan Connor Grennan adalah 2 penulis yang “membawa” saya sampai ke Pegunungan Himalaya. Kalau tidak salah si Agustinus Wibowo saat itu dari Annapurna Range mau ke Kathmandu kemudian melewati Jomsom. Sementara Connor si backpacker Amerika yang menyelamatkan anak – anak Nepal dari perdagangan anak mengenalkan saya pada sebuah desa yg sangat cantik dan terkenal dengan sebutan Apple town of Nepal. Ya, desa itu bernama Marpha!
Waktu saya cek di google ternyata Jomsom dan Marpha hanya butuh 1.5jam jalan kaki, dan saya lihat juga dari google, kok kenapa banyak orang datang ke Kuil Muktinath ya.. apa specialnya di sana. Dan mulailah saya berbincang – bincang dengan Hari (yang punya High Himalaya Trekking and Expedition). Dan orang inilah yang mengenalkan saya dengan Kagbeni. Kagbeni is the last old town settlement before you can reach the sacred and restricted area of Upper Mustang.
Sehingga jadilah rute trekking saya menjadi Jomsom – Kagbeni – Muktinath – Jomsom – Marpha, lalu kembali lagi ke Jomsom.
Pokhara – Jomsom – Kagbeni
Saya menggunakan Tara-Air untuk terbang selama 30 menit dari Pokhara ke Jomsom. Uniknya penerbangan ini, kita tidak diberikan urutan reserve seat, jadi nanti rebutan duduknya dimana, makanya mending ngga usah foto2 pas mau masuk pesawat, fokus langsung ke tempat duduk. Paling enak itu duduk di pojok kanan pas belakang pilot.Karena rentang pegununganny itu ada di kanan, juga tidak adanya sekat antara ruang pilot dan penumpang sehingga kita bisa intip2 liat ke depan. Jika kamu pergi ke Jomsom, jangan lupa untuk membuat TIMS Permit, karena setelah kamu turun dari pesawat, TIMS ini yang akan pertama kali dicek.
Suhu di Jomsom sekitar awal mei berkisar antara 5 – 20 derajat. Jadi jgn lupa bawa jaket ya. Kl siang hari cukup cm pakai wind breaker saja, tp kl pagi dan sore – malam, siapkan winter jaket kamu. Saya saat itu cm bawa 1 winter jaket yang saya beli di Kathmandu seharga 250rb rupiah. Merk the north face, katanya ini barang ditiru china, trus tiruanny ditiru lagi sama Nepal, makanya murah. Tapi walaupun murah, saya ngga kedinginan kok pakai jaket ini. Dari pada saya beli ultralight jacketnya uniqlo kan harga udh 800rban, dipake cm 3 hari. Dan dalamanny saya cuma pakai kaos oblong biasa. Sedangkan celana, saya memakai celana trekking merk eiger, beli di Jakarta. Untuk trekking ke Muktinath, karena overall adalah “Flat”, maka saya hanya memakai sepatu running biasa.
Trek Jomsom – Muktinath memang “FLAT”, iya flat.. tp flat nya orang Nepal. Jadi actualnya ya.. lumayan juga tanjakannya.
Saat trek ke Muktinath, sekelilingnya itu benar benar jalan berbatu, berpasir, berdebu, dan semua dry landscape. Sampai kawasan ini disebut sebagai the dessert of Nepal. Angin juga berhembus kencang. Bagusnya angin berhembus dari belakang kami, jadi lebih enak jalannya dan jarang kelilipan.
Kami sepakat untuk melakukan trekking bareng dengan Keluarga dari Belgia. Hannah 18 tahun, dan Mamanya, plus 1 orang guide bernama Shiva. Jadi tim kami ada 4 orang plus 2 orang guide, perfect!
Jomsom dapat dikatakan desa transit, karena banyak trekking yang dimulai dari sini. Hostel tersebar disekitar airport. kalau kamu k sini by solo (ngga pakai guide), ngga usah booking hotel dari web, karena pesawat Pokhara – Jomsom itu mountain flight, cuaca buruk dikit, biasanya batal. Sangat mudah untuk mencari penginapan, kamu bisa survey dulu kamarnya, tanya ada toiletnya di dalam kah, dapat breakfast atau tidak, ataupun yang paling penting hot water.
Perlu diingat bahwa Trekking Jomsom – Muktinath, adalah berjalan sepanjang ngarai terdalam di dunia dengan sungai Kali Gandaki di tengahnya.
Dan di sana kita dapat menemukan Shaligram. Shaligram adalah fosil dari ammonite, melambangkan dewa Vishnu, God of Protection. Pohon Kapas, Shaligram, Basil, semua melambangkan dewa Vishnu. Karenanya oleh umat Hindu, hal-hal tersebut dianggap suci dan dihormati. Jadi saja sambil trekking, kami melakukan treasure hunting.
Hanya Sagar, guide kami yang berhasil menemukan Shaligram, lainny cm dapat batu aneh2. Okay, Lupakan tentang kepercayaan Hindu yang mempercayai Shaligram ini sebagai representasi dari God Vishnu. Yang menjadi pertanyaan adalah Shaligram atau ammonite fossil, kenapa bisa sampai di pegunungan Himalaya setinggi ini? Ammonite itu makhluk laut lho.. masa iya ada orang yang menjala Ammonite di lautan trus disebarin ke sini?
Dan menurut pakar arkeologi, memang Himalaya ini terbentuk dari lempengan India yang patah dari lempeng afrika lalu terombang ambing di lautan hingga akhirnya menabrak ke lempeng Asia (China). Saat lempeng India tersebut menabrak lempeng China, sebut saja Tibet, lempeng India atau lempeng Tibet (entah yang mana) itu lebih lunak, sehingga membentuk permukaan yang tinggi karena terdorong oleh kekuatan tektonik dari lempeng India saat tumbukan. Begitu kira – kira awal mula terjadinya Pegunungan Himalaya. Cukup make sense kan kenapa banyak Shaligram di sepanjang sungai Kali Gandaki.
Perjalanan dari Jomsom – Kagbeni, ditempuh dengan 1.5jam (normalnya). tapi kami tempuh sekitar 2.5 jam, si Shiva kebanyakan selfie soalnya. Sepanjang perjalanan, kita dapat menyaksikan total different diversity of Nepal. Kalau di Kathmandu orang – orangnya ganteng bak film India, di Jomsom sana kamu akan melihat orang – orang yang bermuka mongoloid dan tibetan. Pakaian mereka juga berbeda, buah tangan berbeda, bahasanya pun berbeda.
Sesampainya kami di Kagbeni, kami memutuskan untuk menginap di New Asia Guest House, setelah istirahat sebentar lalu kami keluar lagi untuk keliling Kagbeni. Kagbeni merupakan settlement terakhir sebelum memasuki Upper Mustang. di Kagbeni sudah masuk beberapa pengaruh dari dunia luar, bayangkan di tengah gunung mereka punya Seven Eleven, dan Yac Donalds. Oh iya jgn takut masalah internet, karena walaupun di tengah gunung, Internetny lebih baik dari pada speedy. Tapi jangan lupa juga, Nepal masih krisis listrik jadi kadang sudah jam 7 malam pun listrik masih belum menyala.
Untuk makan, ngga usah cari restoran. rata – rata tiap hostel menyediakan menu restoran, dari Makanan India, Nepal, bahkan China. Sebagai rekomendasi, Shiva bilang jangan pesan ayam karena di Jomsom – Muktinath tidak ada ayam. Jadi ayam pasti sudah lama stoknya, karena harus ambil dari Pokhara.
Sayang di Kagbeni kami hanya menginap 1 malam, padahal di sini kita bisa keliling desa, dan melihat kegiatan penduduk asli dengan kegiatannya sehari – hari. Karena kami sampai di Kagbeni sudah sore, maka kami masih bisa melihat para gembala kambing menyuruh kambing – kambing mereka turun dari tebing yang sangat curam. Melihat para ibu masih mencuci baju di sumber air di luar rumah, dan juga para ayah yang bergerombol pulang dari bekerja memotong batu di gunung. Kami juga sempat mengunjungi Monastery tua Tibetan Buddhist dan dipandu oleh seorang Guide cantik dari Jepang yang sedang menyelesaikan S2 nya.
Wah, lagi browsing-browsing, lho landing ke halaman ini. jadi inget trip aku ke kagbeni juga belum ditulis hahaha… kita pergi beda 2 tahun ya mba… but i love kagbeni…
d7hao5
bg4759
wy61w5
k1g1on