Beberapa hari ini saya sering melihat youtube channel berbahasa rusia, salah satunya хочу домой (i want home), Youtuber ini berasal dari Belarus, dan dia mereview tentang Tibet dengan bahasa Rusia. Sayangnya tidak ada subtitle baik Bahasa Indonesia maupun Inggris, sehingga sukses membuat saya untuk sering stop video lalu mengartikan sendiri ke google translate. (Niat!)
Saat pertama kali lihat liputannya, saya heran juga, kok bisa ya orang ini dengan bebasnya berada di Tibet sendirian? Karena Tibet itu salah satu daerah yang sangat ketat. Dan Orang – orang Tibet di video itu terlihat benar – benar original.. apa ya sebutannya…, Authentic! Kostum merahnya, topi tibetan, kepangan rambut, kadangpun ada yang terlihat nyentrik dengan kaca mata hitam bundar ala John Lennon. Dan si hostnya lancar – lancar saja mengambil video ttg kehidupan di sana. Aneh memang, karena setahu saya, jangankan blungsukan ke desa, ngobrol di kota aja susah. Belum lagi banyak restriksi bagi local tibetan dan para bhiksu di Tibet untuk berkomunikasi langsung dengan tourist. Video juga hanya boleh di beberapa tempat saja, pun dibeberapa tempat diharuskan pedampingan guide, dan surat izin khusus.
Berbekal ilmu baca Cyrillic, Akhirny, di salah satu videonya saya mendapatkan posisi dia sebenarnya. Ternyata dia berada di Sichuan barat berbatasan dengan Lijiang. hmmm.. saya langsung ingat cerita di Tibetan Museum, di Dharamsala – India.
Well let me tell you something :
Dulunya Tibet itu Luasssss sekali, terbagi menjadi beberapa region, seperti peta di atas, ada U-Tsang, Amdo, dan juga Kham. Nah pada tahun 1965, communist Party of China berhasil mengambil alih teritorial Tibet, dan menjadikan Utsang, sebagai Tibet Autonomous Region (TAR) seperti yang kita tahu sekarang. Padahal, Amdo (Qinghai) dulunya ya Tibet juga.. begitu juga perbatasan Yunnan. Makanya di video tersebut (di luar TAR) terlihat budayanya sama persis.. malah terlihat lebih hidup dan lebih bebas. Bagi solo traveler ataupun traveler2 yang suka blungsukan tanpa tour operator cocok banget mengunjungi daerah ini. Monasterynya sama, Bhiksunya sama, kepercayaannya juga terlihat sama, kontur tanahnya juga sama, pemandangan gunungnya, ketinggiannya.. sama semua… (sumpah video ini sukses membuat saya pingin ke “Tibet” lagi).
some scene from youtube хочу домой :
Di Video tersebut, disebutkan kata, Yarchen Gar. atau Lembah Yarchen. Sejenak, monasterynya mengingatkan saya kepada Tashilunpo Monastery di TAR, yang serba maroon. Cantik sekali. saya teliti videonya lagi, maklum.. bahasanya bahasa rusia.. jadi harus cerna 5x… akhirnya saya bilang ke diri saya sendiri, jika saya punya waktu.. i will go there.. karena saya pingin banget ke Tibet dan berinteraksi dengan local, dan itu tidak saya dapatkan di TAR. Orang2 di TAR lebih dingin karena dilarang oleh komunist party. Maklumi saja, pusat pemerintahan Dalai Lama itu dahulunya di TAR, Potala Palace Lhasa berada di TAR, jadi banyak sekali permit yang dibutuhkan untuk blungsukan ke desa – desa di sana.
Akhirnya saya googling kata itu, Yarchen Gar.. and you know what? ты знаешь ? (mendadak bisa bahasa Rusia).. on August 2019… it had been demolished by Chinese Government, seketika saya lemas… di video si orang Belarus itu dipublish Feb 2019, and he said, здесь очень хорошо (artinya, here is very good).. ngga taunya… seketika itu juga.. tidak sampai 1 tahun.. hilang 1/2 bangunan dari lembah itu. Saya sih tidak meneliti lebih lanjut kenapa bisa begitu, saya tidak pernah positif thinking tentang tindak tanduk communist party of China terhadap Tibetan, ataupun Kaum Minoritas lainnya. Too many drama.. Linkny tentang penhancuran Yarchen Gar bisa dibaca dari sini. Ini bukan pertama kalinya communist party of China menghancurkan kawasan peninggalan budaya dan monastery Tibet. Larung Gar.. yang lebih cantik lagi, juga sudah kehilangan banyak tanah penduduknya.
Sungguh disayangkan, budaya dan peninggalan nenek moyang yang susah payah dipertahankan oleh penduduk lokal, masih dibatasi perkembangannya oleh pemerintah yang berkuasa saat ini. Ini yang membuat saya tidak pernah setuju dengan pemerintah China. Baik di Tibet, maupun di Xinjiang.
Beberapa teman traveler yang sudah berkunjung ke Xinjiang, mereka bilang di sana aman, sholat boleh, masjid ada, mereka masih bisa pelihara jenggot, dll dll. Tapi dalam diri saya, itu hanyalah sisa. China itu pintar, mereka tidak menghancurkan keseluruhan, tapi juga menyisakan sedikit untuk konservasi, jadi yang dilihat hanya sisa, dan we proud of it.. haiiyyaa….
Saya memang belum pernah ke Xinjiang, tapi saya belajar banyak dari Tibet, kasusnya ya ngga jauh beda..
Mungkin kita harus melihat bukan dengan mata lagi. karena Visual sudah hasil settingan. Tapi cobalah merasakannya dengan hati. Setidaknya walau kamu ke luar negri hanya buat jalan2, pada saat pulang nanti, you will learn something and menjadi lebih kritis dibeberapa trip berikutnya.
vlog nya хочу домой, dapat dilihat di sini https://www.youtube.com/watch?v=buNgGLMwOPE&t=325s
Hallo Nina…. apa kabar
2021 kalo ada event tolong kabar2 ya, krn 2020 ini aku bener2 blank tdk jalan kemana2
moga2 2021nanti pandemi sdh selesai
hallo pak Bambang, baik nanti saya kabar-kabari pak.
sama semua lagi libur full sampai dunia normal kembali.
60dcxfdc
8s3e8mmf
oba5yf
m8qzqg
vuxped
j0hmvs