Yeayy.. akhirnya berhasil pergi ke Nepal lagi.. dan kali ini pergi ke Nepal dengan 5 orang peserta tour yang keceh – keceh. Kami sebelumnya belum pernah bertemu satu sama lain. Sempat ragu juga dengan peserta ini karena mereka nyaris tidak ada interaksi di group WA yang saya buat. Kalaupun ada yang bercanda – bercanda palingan mereka cm jawab seadanya. Tetapi sesampainya kami di Nepal, huahhaa.. semua kartu terbuka. Dari yang tukang foto, tukang belanja, sampai yang tukang godain cewek lewat juga ada.
Pertemuan pertama kami di Kuala Lumpur, semua peserta pastinya masih terlihat jaga sikap dan malu malu. Dapat 1 hari di Nepal, semua berubah menjadi memalukan.
Grup ini kami beri nama 200 #twohundred. Kenapa namanya 200, karena tiap kami belanja, berapapun si tukang jualan bilang harga, kami selalu menawar dengan harga start 200 rupee. Ya, ada yang langsung deal, ada juga yang ngomel ngga karuan, tapi ya bodo amat lah, toh mereka ngomel pake bahasa Nepal kan.. jadi kita palingan ketawa – ketawa aja.
5 Peserta, yang selalu senang bersama, sorry trip ini ngga pernah susah. Asiknya lagi si mba Diana ini ternyata bisa membaca garis tangan, jadi aja kita diramal blak blak-an sama beliau. Dan yang paling menyenangkan adalah mereka take care satu sama lain, jadi tour leadernya ngga pusing – pusing amat kalau – kalau ada peserta tetiba ilang kecantol dai dai (Dai : sebutan brother), atau nyangkut di toko sebelah.
Arrival kami langsung dijemput toyota Hiace keceh kepunyaan dai Ram. Dan dengan van tersebut kita jalan – jalan selama 8 hari keliling 3 kota besar di Nepal, yaitu Kathmandu, Nagarkot, dan Pokhara. Setelah check in hotel di kawasan Thamel, kami langsung mendapatkan welcome drink dan welcome cake dari Kathmandu French Bakery. French Bakery adalah salah satu tempat favorit saya selama di Thamel area. Saya kenal sang pemilik Boudha saat saya ke Nepal tahun lalu, saking seringnya saya ke French Bakery, saya malah mempunyai co-working space di restoran ini. Meeting point, ataupun cm numpang charge plus internetan sangat nyaman di sini. Masalah makanannya.. jgn ditanya enaknya.. Menurut 5 orang peserta tour mereka totally recommend cafe ini. Tiap malam kami selalu makan dengan penutup red wine ataupun raksi (Nepal handmade liqour).
Perjalanan kami hari pertama langsung ke kawasan Boudhanath. Ada 2 sisi budaya yang sangat terlihat jelas di Nepal, yaitu Hindus Culture dan Buddhist Culture, namun jika mau diperdalam lagi pembagianny berarti saya harus tulis lagi menjadi 10 postingan berbeda. Lucky, kawasan Boudhanath sudah dibuka lagi saat Tihar Festival October tahun lalu, jadi Stupa Putih terbesar di Nepal itu sudah berdiri dengan gagahnya dan dikelilingi para penganut Tibetan Buddhism yang tidak pernah lupa untuk memutarkan wheel of pray untuk mensucikan kembali jiwa mereka.
Sejujurnya, kawasan Boudhanath tidak asing lagi bagi komunitas Backpacker International, karena salah satu membernya ada yang menikah dengan Nepali dan mereka sekeluarga tinggal di komplex Boudhanath. Kalau kamu ke sini jangan lupa untuk menemui mba Tri Wahyuni lalu ajak jalan2 keliling kompleks, dan minta rekomendasi restoran enak di kawasan sana..
Kami menghabiskan waktu di kawasan Boudhanath hampir 3 jam. Mba Tri Wahyuni sangat welcome dengan kedatangan kami dan menyajikan laping mie khas tibet yang disajikan dingin pedas dan masam, sueggerr poooll..
Setelah kami icip2 laping, kami langsung berkeliling kompleks Boudhanath. Oh iya, rumahnya mba Tri, bagian lantai dasar dibuat untuk Thanka Buddhist Panting. Jika ada yang mau beli lukisan Tibetan Buddhist, saya sangat menyarankan di sini, karena lebih murah *secara tetangga dan masih keluarga, juga macamny lebih banyak. Harga relatif, dari yang ratusan ribu hingga yang berjuta – juta juga ada. Dengan kompleksitas normal, sampai yg buat mata juling karena saking detail lukisan mereka.
Bisa ngapain aja sih di Boudhanath, banyak hal yg bisa dilakukan di sini, kalau kamu ingin melihat Nepal dari sisi tibetan, maka di sini lah tempatnya. Masuk kawasan Boudhanath kalau tidak salah sekitar 200 rupee.
Sekitar kompleks Boudhanath diisi toko souvenir, aksesoris wanita, tas kulit, buku, cd tibet, lukisan, hingga singing bowl ataupun healing bowl. Boudhanath sejujurny bukan tempat wisata.. bagi saya ya. Saya lebih menghormati orang k sini untuk sembahyang. Mereka berputar keliling Boudhanath stupa sambil memutar Praying Wheel, keturunan Tibet biasany memakai kostum daerah mereka. Dan berdoa sangat khusuk. Oleh karena itu sangat disarankan untuk berjalan mengelilingi kawasan stupa searah jarum jam. Jangan sebaliknya!
Setelah puas berkeliling dan foto – foto di Boudhanath, kami langsung melanjutkan perjalanan ke Bhaktapur. Tujuan utama kami sebenarnya adalah Nagarkot, karena Bhaktapur searah dengan Nagarkot, jadilah kami mampir di Bhaktapur yang terkenal dengan Durbar Square dengan keutamaan bidang agraria. Setelah turun dari Van dan membayar tiket masuk, kita langsung diantar guide untuk melihat – lihat kawasan ini. Ada beberapa perubahan yang terlihat karena saya sebelumny pernah berada di kawasan ini.
Gerbang utama Durbar Square yang hancur lebur karena gempa sedang dibangun kembali. Terlihat juga beberapa bangunan sekarang ini ditutup seng lalu dipugar. Durbar Square lebih terlihat sempit, namun tetap saja menjadi kawasan ramai dan selalu ramai pengunjung. Di kawasan Bhaktapur sore hari kami tidak terlalu memperhatikan keterangan si guide, karena sudah terlalu capek dan lebih ok buat foto – foto. Orang local juga sudah mulai sepi dari aktifitasnya di Bhaktapur area. Kami juga lupa mencoba yogurt dari susu kerbau khas sana. Tapi tetap Bhaktapur merupakan kawasan world heritage site yang wajib dikunjungi oleh para traveller. Memasuki kawasan Bhaktapur lumayan juga bayarnya 1500 rupee..
Ada kejadian lucu waktu di Bhaktapur, karena kita semua ikuti guide, tetiba mba Diana hilang dari peredaran. Ditelpon ngga bisa, dicari kemana – mana ngga ada. Saya cari keliling ngga ketemu, saya masuk ke kawasan pemandian kerajaan tidak ada juga. Toko souvenir cukup jauh pasti ngga mungkin mba Diana ke sana. Akhirny guide kami tanya dengan penjaga pokhari yang membawa senjata laras panjang, “kamu liat orang Indonesia ibu2, yang keluar bersama kami?” dengan santainya dijawab “itu, dia duduk di sana. dekat pintu masuk”. Aje gileeee.. saya udh pusing cari ternyata dia lg asik2 duduk sambil makan kacang.. bahahaha.. pas ditanya.. “lha..iyaa.. td pas kita keluar, tiba2 sipenjaga tentara itu ajak aku ngobrol.. trus ya aku ngobrol2 lah sebentar, trus tiba2 kelian2 ini ilang semua, lha aku ngga tau lah mau kemana lagi, jadi aku duduk aja.. nanti juga kalian cari”.
Huahh.. 1 lady ini udh menjadi korban dai dai… untung tuh dai dai penjaga ganteng kl ngga saya ngomel juga, narik turis 1 keluar dari rombongan.. xixixiixix..
Setelah keliling Bhaktapur, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Nagarkot, dan menginap 1 malam di sana.. ceritanya makin seru tentang si Lady Di ini… bersambung yah…
3dvhzc