Setelah keliling di Kagbeni, dapat dipastikan penduduk di Kagbeni bergantung pada pertanian, walaupun ladangnya tidak besar, dan hanya cukup untuk satu perkampungan tersebut. Mereka menanam gandum dan millet, beberapa keluarga juga berternak kambing dengan bulu yang panjang. Di Mustang area, etnis penduduknya adalah Thakali dan Tibetan Gurung, mereka percaya pada Tibetan Buddhism. Etnis yang sama juga dapat dijumpai di Muktinath. Di Kagbeni ada satu monastary kuno, Tibetan Monastry bernama Kag Chode Thupten Samphel Ling Monastery. Monastery ini berdiri tahun 1429, 500an tahun yang lalu oleh Great Lama Tenpai Gyaltsen of Tibet. Walaupun umurnya sudah sangat tua, koleksinya sungguh luar biasa. Gambar patung – patung Buddha kuno masih sangat bagus, walaupun ada beberapa koleksi yang tidak bisa dipertahankan dan tidak dapat direstorasi. Tulisan doa kitabnya pun masih terselamatkan. Monastery ini sangat menggambarkan betapa Kerajaan Mustang jaman dahulu sangat erat kaitannya dengan Tibetan Buddhism. Kag Chode Thupten Samphel Ling Monastery, sempat dihentikan kegiatan spiritualnya karena kekurangan dana dan tidak adanya leader yang kompeten. Beruntung kami mendapatkan guide yang dapat berbahasa inggris dengan sangat baik. Dia adalah seorang mahasiswa asal Jepang. Sayang tidak boleh mengambil foto di dalam Kag Chode Thupten Samphel Ling Monastery. Konon sebelum tahun 1950an, penduduk Tibet menganggap Tibet sebagai […]
- Home
- Archives for 2016
Agustinus Wibowo dan Connor Grennan adalah 2 penulis yang “membawa” saya sampai ke Pegunungan Himalaya. Kalau tidak salah si Agustinus Wibowo saat itu dari Annapurna Range mau ke Kathmandu kemudian melewati Jomsom. Sementara Connor si backpacker Amerika yang menyelamatkan anak – anak Nepal dari perdagangan anak mengenalkan saya pada sebuah desa yg sangat cantik dan terkenal dengan sebutan Apple town of Nepal. Ya, desa itu bernama Marpha! Waktu saya cek di google ternyata Jomsom dan Marpha hanya butuh 1.5jam jalan kaki, dan saya lihat juga dari google, kok kenapa banyak orang datang ke Kuil Muktinath ya.. apa specialnya di sana. Dan mulailah saya berbincang – bincang dengan Hari (yang punya High Himalaya Trekking and Expedition). Dan orang inilah yang mengenalkan saya dengan Kagbeni. Kagbeni is the last old town settlement before you can reach the sacred and restricted area of Upper Mustang. Sehingga jadilah rute trekking saya menjadi Jomsom – Kagbeni – Muktinath – Jomsom – Marpha, lalu kembali lagi ke Jomsom. Pokhara – Jomsom – Kagbeni Saya menggunakan Tara-Air untuk terbang selama 30 menit dari Pokhara ke Jomsom. Uniknya penerbangan ini, kita tidak diberikan urutan reserve seat, jadi nanti rebutan duduknya dimana, makanya mending ngga usah foto2 pas mau […]
Banyak yang minta itinerary Nepal saya ngapain aja, dan berapa estimasi biayanya. untuk tiket KL – KTM = 800rb, sedangkan KTM – KL = 1.2jt. CGK – KL = 350rb, KL – PDG – CGK = 900rb. KL – CGK ini tiket termahal dan terbodoh yang saya beli, karena salah perhitungan, teman2 seperjalanan saya masih dapat harga 300rban, beli jauh2 hari. Tapi saat itu saya beranggapan Air Asia biasa kasih promo untuk last minute, dan biasanya cm 150rb plus 500 poin (serius). Jadilah saya nanti – nanti beli, sampai akhirnya semua orang aware kalau tgl 8 Mei itu habis libur panjang, dan tiket ke Jakarta semua super mahal. Waktu last minute (1 minggu sebelum, tiket sdh 1.6jt untuk KL – CGK, dan itu Air Asia). Karena saya ngga rela bayar segitu, akhirnya saya cari semua rute, dari Singapore, Batam, Medan, sampai2 saya juga cari rute ke Makassar karena berharap ada yang error. Dan semua di atas 1.3jt totalnya. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk ke Padang dan dapatlah 900rb untuk KL – PDG – CGK. KL – PDG pakai AA, PDG – CGK pakai lion air. Fyuuuhh…. Itinerary saya disesuaikan karena ada 2 orang teman yang datang di hari ke 6 […]
Meet Harikrishna & High Himalayan Community Projects Nepal
Life Thoughts/Nepal/Travel IdeasSaya mempunyai tiket ke Nepal 8 bulan sebelum keberangkatan saya di bulan April 2016, iya memang saya niat banget pergi ke Nepal, dan selama 8 bulan itu juga saya harap – harap cemas mau ke mana saat di sana. Niatnya sih do small trekking. Karena waktu yang sempit, dan mulailah saya mencari – cari trekking operator, dan kala itu sampailah saya pada satu website High Himalayan Trekking and Expedition. Dan perkenalan saya dengan Hari dimulai. Dari email minta penawaran, orang ini menerapkan hal berbeda, dia kasih list detail per-task, seperti hotel dimulai dengan harga 8$, transportasi bus ke pokhara 20$, jeep di muktinath sekian dollar, hire kuda sekian dollar, paragliding sekian dollar.. dan di akhir email dia bilang silahkan Nina kalkulasi sendiri kebutuhan kamu kira – kira bagaimana. Dan mulailah saya hitung – hitungan, dan ternyata harga dia kasih tidak beda jauh dengan harga jika saya backpacking sendiri di sana dan sewa guide saat hari H. Kalau dibandingkan dengan operator tour lain, mereka memberikan harga itu All-in, tanpa rincian harga. Ok, untuk hal ini saya klop dengan si Hari. Well, waktu pertama terima email penawarannya, Hari bilang kalau dia saat itu akan lama balas e-mail karena sedang bersama beberapa volunteer […]
Cukup sulit bagi saya mengangkat cerita tentang Pokhara. Karena saya tiba di kota ini sore hari dan keesokan harinya sudah harus bersiap untuk penerbangan ke Jomsom. Pokhara dapat ditempuh dengan menggunakan tourist bus sebesar 20$, 5 – 7 jam dari Kathmandu. Kumpulan bus nya berada di sekitar Ratna Park (Kathmandu) dan membutuhkan 5 menit untuk cari bus ybs, fyuh.. harga bus relative dari public bus hingga tourist bus. Dan bus rata-rata tidak ber AC, jadi harap tanya – tanya dulu sebelum pesan tiket. Suasana Pokhara kurang lebih seperti Ubud lah, banyak toko souvenir di sekitar Phewa Lake, restoran, resort, dan pastinya kota ini lebih manusiawi, karena tidak terlalu padat, lebih bersih, dan hectic seperti Kathmandu. Di Pokhara saya menginap di Hostel Trekkers Inn, cuma 3 menit jalan kaki dari Phewa Lake, dikelilingi oleh banyak restoran Eropa seperti pizza, dan massage, absurd sih memang tapi bener deh ini lidah saat itu udh ngga sanggup makan – makanan berbau India, again. Dan senangnya lagi, saya mendapatkan kamar 305 dan saat buka jendela bisa mendapatkan view Macchapucchre (The Fish Tail). Oke, gambar ini boleh comot dari wikipedia, haha.. ya emang kl dari dekat bagusnya kayak begini, cm waktu itu suasana sangat berkabut, dan itu […]
Meneruskan cerita tentang kuil Pashupatinath tempat pemujaan dewa Shiva. Kuil Pashupatinath sangat erat kaitannya dengan kematian, karena di tempat inilah umat Hindu Nepal dan India dikremasi. Kremasi nya dapat kita lihat langsung mulai dari awal disucikan dengan cara dibersihkan di sungai Bagmati. Pada saat saya berada di Pashupatinath Temple, Sungai Bagmati sedang kering, kalau seperti ini biasanya abu kremasi tersebut disimpan beberapa bulan, jika air sungai sudah naik maka barulah abu tersebut ditaburkan ke sungai. Sisi lain dari Pashupatinath Temple adalah kita dapat menjumpai Sadhu, atau Holyman. Sadhu atau orang suci adalah orang yg sudah mendapatkan kebebasan (libearlism). Dalam ajaran Hindu (please correct me if I am wrong, maklum guidenya pake Bahasa Inggris, dan kuping gw suka sensitif kl denger bahasa itu, agak budeg), jadi ada 4 level dalam kehidupan manusia, disebut Ashrama. Brahmacharya Level belajar, biasanya sampai umur 25 tahun. Di level ini Brahmachari mencari gurunya untuk belajar tentang kehidupan dan agama. Grihastha Level memimpin keluarga, biasanya sampai umur 50 tahun atau sudah mulai memutih rambut kepalanya. Pada level ini seorang Hindu diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada keluarga, dan menjalani sexual pleasure (kama). Makanya ada kitabnya kamasutra. Vanaprastha Sebut saja masa pensiun. Pada saat ini biasanya sudah punya cucu, […]