Gaya travelling itu memang beda – beda, tetapi kalau saya amati rata – rata dipengaruhi oleh waktu, dan kepribadiannya. Gaya orang yang berpergian dengan waktu sempit, rata – rata semua sudah disiapkan layaknya 100%. Tempat yang harus dikunjungi yang mana saja, harus bobo di mana, ke mana – mana naik apa, sampai restoran tempat restoranpun perlu dilist. Sepertinya semua harus ditelaah lebih dulu sebelum tiba di tempat tujuan. Lalu hidupnya terfokus dari tulisan yang sudah dia buat sebelumnya. Makanya blog – blog yang naik pamor itu selalu yang membahas tentang itinerary, hari pertama k sini, hari ke dua k sana. Jarang sekali blog yang mengangkat pelajaran tentang kehidupan yang mereka temui. Padahal, the true journey is when you start to write the story to inspire others.
Pernah waktu saya ke Vietnam (solo), saya sudah membuat jadwal lengkap.. detail.. jam segini harus ada di sini, 2 jam selanjutnya k sana, pokokny massive tourist attraction harus dikunjungi semua. Budget juga disiapkan lebih dari cukup. Actualnya.., hari pertama saya turun dari pesawat, saya bertemu 2 orang turis dari Malaysia, dengan tujuan belanja barang – barang untuk dijual lagi di negaranya. Saya ngobrol dari airport sampai Benh Tanh Market.. saking serunya, itinerary hari pertama pupus.. 100% tidak terpakai. Hari ke dua, dengan pedenya keluar hotel membawa catatan, ternyata baru 15 menit keluar hotel, itu catatan ketinggalan di salah satu tour operator. Jadilah cm modal hp map offline. Hari ke – 3, dengan sukses harus membatalkan hotel yang sudah non-refundable karena masih ingin tinggal lebih lama di kota tersebut. Sejak perjalanan itu, saya jadi berfikir, membuat itinerary lengkap A to Z adalah hal yang sangat membuang waktu. Dengan kita melepaskan that shit sheets, kita menjadi lebih aware dengan sekitar. If you want to go to exact destination, you may follow the same path. But if you want to create the journey itself, then let the wind takes you to any way.
Trip – trip saya selanjutnya, akhirnya saya hanya book hotel untuk malam pertama dan malam ke 2 saya di negara tersebut, malam – malam berikutnya tergantung mood. Kecuali memang acara di sana sudah sangat fix. Sebagai solo traveller saya mempunyai banyak kebebasan memilih tempat yang akan dikunjungi, ingin berapa lama spend time di sana, dan dengan siapa nantinya saya akan menghabiskan hari – hari saya di sebuah perjalanan. Dan tentunya keputusan yang saya lakukan tidak didasari oleh kepala orang lain. This is the right time to hear and realise that there is no one can leave you, and it is yourself. Tidak jarang saya tidak mengunjungi beberapa tempat wisata, “Nin, waktu ke Thailand, lo pergi k sini?” “Ngga!”, “trus waktu ke Jepang lo k sini?” dan jawabanny pun “Ngga..” dan akhirnya si penanya bilang.. “Lha.. lo ngapain ajaaa?”
Akhirnya.. saya sering dikomplen sama teman – teman kl pergi bareng, apalagi kl saya yang ngelead.. terlalu plin plan, terlalu wasting time, terlalu lama di tempat wisata A (bukan open tour). Kenapa? karena saya masih memikirkan Full of myself.. saya ngga mikirin kemauan teman – teman juga. Oleh karena itu, jika saya pergi rame2, saya biasanya datang duluan, atau pulang belakangan… dan saat saya bersama2 dengan mereka, saya siap dianiaya… Maksudnya saya siap dibawa ke tempat2 yang kadang saya akan lebih baik tidur di hostel dari pada pergi ke sana.
Juga banyak orang yang melist mau pergi ke mana aja.. lalu dari sana baru hitung budget. Saya?? hoo.. saya kebalik.. saya punya uang sekian, saya mau pergi k sini.. kadang beberapa orang berfikir, hey that is tricky to travel like that.. tapi buat saya.. ya seni travel itu di situ. Kita punya uang segini, bagaimana kita bisa mengatur untuk hidup beberapa hari di sana. Urusan pergi – pergi ke object wisatanya, ya tergantung uang itu. Kalau bisa bayar ya pergi, jika ngga.. ya kita harus cari akal lagi deh. Dengan mendowngrade hotel, hemat – hemat pengeluaran, pokokny you must to be a creative person, to survive! Tapi sampai sekarang sih saya belum pernah yang namanya menyesal banget – banget karena saya blm bisa masuk ke object wisata tertentu. Hey, you can go there again if you want.
Dan travelling dengan gaya seperti ini yang selalu memberikan pelajaran hidup, memang tidak jarang juga membuat keputusan sulit saat travelling, dan keputusan yang dibuatpun tidak selalu benar. Tapi di sana kita akan belajar untuk memahami persoalan apapun, belajar memahami orang lain, memberi rasa percaya diri untuk berbicara kepada siapapun, dan build trust with others.
Kalau kamu suka travel seperti apa?
6fstw0
atab95
4lh74r
x0vpf3
pc5e2z