Hari ke – 3 kami terbangun dari Hotel di kawasan Thamel. Saya sengaja mengambil hotel yang tidak jauh dari Thamel Marg, tepatnya di Z-Street. Mungkin kalau dibilang, gang inilah yang paling saya suka dari sisi penginapan. Karena tidak terlalu bising. Sayangnya saat itu sedang ada perbaikan jalan jd lumayan juga suaranya. Dan gonggongan anjing juga beberapa kali mengganggu tidur. Untuk hotel saya mengcombine dari hotel bintang 2, 2.5, hingga bintang 3. Nepal di city side sudah tidak krisis listrik lagi, jadi tidak perlu khawatir untuk wifi dan charge HP. Oh iya ngomongin tentang HP, ternyata di Nepal ini jika ingin membeli simcard memerlukan fotokopi paspor dan pas foto berwarna. Kemarin sempat membeli simcard Ncell seharga 350 rupee, lalu isi ulang pulsa 1000 rupee. Eh ternyata kebanyakan permirsah…. paket internet 2500rupee sudah dapat 1G untuk masa aktif sebulan. Tapi ya percaya tidak percaya untuk 3 minggu saya pribadi menggunakan paket data kira – kira 3G.
Well.. terbangun di Kathmandu dan pagi hari, kita langsung sarapan, siap2 dompet, passpor, kamera, lalu kabur ke Swayambhunath. Swayambhu memang paling cocok dikunjungi dipagi hari. Dan rata – rata semua penjual aksesoris di sini (sepanjang tangga ke atas) menjual dengan harga murah. Yah ini penilaian saya ya.. karena saya pribadi sudah beberapa kali ke tempat pembelanjaan. Saya tidak ngotot untuk mencari harga murah.. saya sudah malas bargaining, jadi saya hanya melihat barang, jika saya sanggup bayar.. tanpa basa basi saya langsung bayar. Apalagi jika tawar menawar cuma dengan selisih 5rb atau 15rb rupiah.. ahh sudahlah.. they deserve better.. Dan ingat.. hukum perbelanjaan “Lebih baik menyesal membeli dari pada menyesal tidak membeli”.
Di Swayambhu pagi itu nampak sempit. Sepertinya memang Nepal sedang beres – beres semua tempat wisata. Banyak temple dimanapun.. dikelilingi seng sebagai penutup renovasi. Jika dibandingkan dengan tahun lalu saya k sini, saya masih sempat lari larian di Swayambhu, ya karena luas.. Sekarang semua sedang diperbaiki. Nepal sebagai jajaran 10 negara termiskin di dunia, pastinya membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk renovasi sana sini. Pada hakikatnya Swayambhunath dan Boudhanath mempunyai inti bangunan yang sama. Jadi saran saya, jika mempunyai waktu sempit, bisa mengunjungi salah satunya saja.
What happened next at Swayambhu ?? Well, setelah kami berkeliling dalam kesempitan.. akhirnya kami bertemu segerombol penduduk asli perbatasan Nepal dan Tibet. Pakaiannya seperti orang Tamang, tapi saat ditanya mereka dari perbatasan Mustang.. OMG!! Kawasan impian bagi saya.. Saya yang sudah pernah cicip perjalanan di lower mustang, dan tau benar bagaimana keadaan di sana, langsung refleks bilang ke penjual buah, kasih mereka semua 1 porsi. Tanpa basa basi, tanpa tanya harga.
Dan akhirnya mereka dengan spontan mengambil 1 porsi buah potong, lalu membentuk lingkaran dan bernyanyi.. what a beautiful.. we never expect like that.. mereka bernyanyi, tertawa, dan akhirnya menari. Tidak lama kemudian teman – teman lain mentraktir kelapa dan memberikannya ke mereka. As I understand, this is just a small thing.. but it offered happiness to us for all.. I can’t easily forget their smile, nor all my friends for sure.
Selesai kumpul – kumpul di Swayambhunath, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Lalitpur, Yes.. Patan Durbar Square. Durbar Square di Nepal walaupun secara fungsi dan arsitektur sama. Tapi mempunyai magnet yang berbeda bagi saya pribadi. Kathmandu Durbar Square saya mengagumi pahatan Black Bhairabnya. Bhaktapur Durbar Square, saya mengagumi Peacock Windownya.., dan Patan Durbar Square.. saya mengagumi Museumnya!! Bisa dibilang ini kedua kalinya saya ke Patan, dan senangnya lagi, saya bertemu dengan guide saya yang dulu.. emang kalo jodoh ngga kemana. Namanya Anil Shresta, orangny jujur, lucu, dan funky. Hahahaha.. Dia selalu bilang ada 3 religion besar di Nepal, yang pertama adalah Hinduism, lalu Buddhism, dan yang terakhir adalah Tourism.
Kata kata itulah yang memang saya ingat saat pertama kali bertemu dengan Anil October tahun lalu. Penampilannya masih sama, ala rocker jaman dulu, memakai Jaket kulit sepatu kets, dan celana Jeans rombeng. Dan dengan bangganya dia masih memakai Tikka di keningnya. “Tikka itu blessing, kamu percaya Tuhan, kamu berdoa, lalu kamu taruh tikka untuk blessing. Dan kamu tau, pagi ini saya menaruh Tikka.. dan here we go.. ada banyak guide di Patan, tetapi Nina directly menyapa saya dan meminta lagi sebagai guide. This is how we should respect God. and I believe this.” dia menjelaskan pake bahasa Inggris ala Nepali. First impression saya di Patan, jujur saya sangat senang karena bisa bertemu Anil lagi. Kami ber2 langsung berbicara on the spot ttg apa yang saya lakukan. Tanpa basa basi, Dia mengantarkan, menjelaskan semua ttg Durbar Square dengan gayanya dia. Saya yang memang senang dengan budaya dan sejarah Hindu tentu saja mendengarkan kembali. Patan hari itu, langit tidak sebiru bulan October. Tapi tetap memberikan kontribusi tour yang sangat istimewa bagi kami. Ya mungkin karena keberadaan si Anil ini. Bisa dibilang dia adalah best city guide saya selama di Nepal. Jika dibandingkan dengan guide2 yang di tempat wisata lain ya.. Nah kalau kamu sempat ke Patan, coba cari keberadaan Anil. Saya punya contact no nya. Jika ada yang mau pakai jasanya silahkan japri aja…
Patan adalah kawasan Durbar Square yang lebih ke seni dan kreatifitas. Patan mempunyai Kumari sendiri. Dan kerennya di Patan, kamu bisa bertemu Kumari langsung tatap muka dan meminta blessing. Tidak tertutup seperti di Kathmandu. Kumari Patan tidak berada di Durbar Square, kira – kira 15 menit jalan kaki. Kemarin karena waktu juga tidak cukup, jadi kami hanya menghabiskan waktu di Durbar Square, itu saja Anil sudah cuap cuap lebih dari 2 jam. Kita yang memang sudah lapar juga sudah nyaris minta break. Saya yang notabene harus mengatur management waktu akhirnya harus menutup tour ini ditengah jalan. Karena peserta harus membeli beberapa barang di Thamel area, sebelum pertokoan tutup. Hey.. karena kemarin adalah Shivaratri, dan Weed adalah legal, dengan santainya saya meminta, Anil.. lo punya ganja?, haha… dan Anil pun menjawab, kamu mau?? tidak banyak tapi ada. Selesai tour gw kasih yes.. dan beneran setelah tour, saat kami makan siang, si Anil ngelintingin ganja dengan rokok, dan 1 lagi dibungkus yang masih dedaunan. Dia bilang, Nina.. ini tidak banyak karena kami memang punya sedikit, hhmm.. berapa gw bayar nih?? ahh ambil aja.. you are my friend. Cadass… udh ga usah bertanya – tanya siapa yang pakai itu ganja.. yang penting herbal, titik!
Patan Durbar Square masih mempunyai tempat bangunan2 yang kokoh. memang ada beberapa kuil yang hancur tapi overal masih sangat layak dikunjungi. Dan cukup luas untuk berlarian. Kalau saya boleh memberi pendapat, tidak perlu lah kamu bayar mahal masuk ke Kathmandu Durbar Square, cukup singgah di Patan, dan jika kamu pergi ke Nagarkot, jgn lupa cicipi Bhaktapur Durbar Square.
Selesai dari Patan, kami langsung balik ke Thamel, belanja belanja lagiii…..
pstwy5
rb5yy5
izimft
tx9u3o