Di tahun 2018, kami memang melakukan perjalanan yang tidak serta merta untuk mengubah foto profil fb atau menaikan pamor di Instagram. Saat itu kami menelusuri Nepal, Tibet, India, Sri Lanka, Maldives, Uzbekistan, dan Kyrgyzstan. Tujuan kami untuk melihat Himalaya Region dari sisi lain dengan orang – orang dan kebudayaan berbeda, menelusuri Silk Road dari sisi terdekat mainland China. Tentunya perjalanan kami tidak terus – terusan serius seperti tulisan di bawah, kami juga pergi ke tempat terkenal yang kiranya membuat teman – teman lebih mudah berkunjung ke negara – negara ini. Namun ada cerita yang menjadi pembahasan menarik di setiap perjalanan kami tahun itu, peran China sangat besar terhadap negara – negara yang kami lewati. Dan membuat kami berfikir, ke negara kami sendiri.
China Belt and And Road Inniciatives, atau disebut juga sebagai One Belt One Road, saya singkat menjadi OBOR, adalah sebuah project China untuk mensetralkan ekonomi seluruh dunia terpusat di Beijing. Project ini tergarap sangat cepat sejak 2013, dibawah presiden Xi.
Project ini sangat besar, dan ambisus, dan akan merubah hampir semua tatanan perekononian dunia *lebay ngga sih saya. Intinya begini, China akan mengambil peran terpenting untuk perkembangan ekonomi, dimulai dari distribusi perdagangan, infrastruktur, keamanan, maritim, hingga fasilitas teknologi informasi.
“All Roads Used to Lead to Rome. Today, They Lead to Beijing”
—Peter Frankopan
Hal pertama yang saya sadari saat perjalanan saya di Nepal, 3 tahun lalu. Di saat gempa yang meluluh lantakkan beberapa district, negara di kaki himalaya itu mempunyai electricity crisis, jalanan hancur, pun ditambah blokade barang impor masuk diperbatasan India. Listrik di Kathmandu saat itu dimatikan mulai jam 10 malam, hingga 6 pagi. Hotel – hotel menggunakan genset, dan dinyalakan mulai jam 12 malam. Internet agak sulit tersambung karena listrik mati, jika musim dingin, lebih parah lagi, terlebih anak pulau seperti kami tidak tahan udara gunung yang extreme. Setelah 1 tahun kemudian, Himalaya mulai naik kembali, mereka mendapatkan dana untuk membangun pembangkit listrik tenaga air, dan pembuatan Dam Dam besar di beberapa wilayah. Dan taukah kalian, uangnya dari mana ? CHINA!
Nepal, sekarang penghasil Listrik tenaga air terbesar se Asia, dan mereka mampu mengekspor pasokan listrik ke China. China pun makin sayang dengan Nepal, dan berjanji setia *cie… Project selanjutnya adalah, China membangun akses jalan Tibet – Nepal Friendship Highway. Di mana jalan ini akan langsung menghubungkan Tibet Lhasa hingga Kathmandu Nepal. Bagusnya, distribusi logistic dan expor impor China via Tibet, kini semakin mudah. Nepal yang landlock country, kini mempunyai akses pengiriman barang ke China Port, dibandingkan lewat India Port (udah jauh, mahal, ngeselin pulak orangnya). Namun terdapat sisi negatif dari kedekatan China dengan Nepal. China yang memang kaya dari sananya, semakin mempunyai hak asuh Nepal, tidak terkecuali. 8 km dari perbatasan di sisi negara Nepal, sudah masuk tentara China, untuk alasan keamanan. Belum lagi regulasi Tibetan refugee yang makin ketat. Mereka sampai saat ini tidak bisa mendapatkan pekerjaan, tidak juga mendapatkan Nepal citizenship, bahkan kartu pengungsipun sulit untuk direlease.
Di sisi Tibet, pembangunan wilayah terlihat lebih ambisius dan mencapai puncaknya. China invasion terhadap tanah Tibet, memang bukan baru kemarin, tetapi hampir seluruh lahan di Tibet tidak terlewat dari bidikan Beijing. Tibet memang mejadi jalur terpendek China untuk mengakses laut dari sisi barat. Memangnya China punya laut di barat ? coba buka peta. Iya, memang China tidak mempunyai laut dr sisi barat sana, tp jgn lupa ada negara yang kehidupannya 11 12 dengan Nepal, Pakistan! Untuk mencapai Pakistan ini, mau tidak mau lahan Tibet memang harus dibebaskan, dan para Tibetan harus di Chinanisasi untuk menerima perubahan. Jangan kaget kalau kamu melihat jalanan Pakistan mulus cakep, dan border China tampak megah.. *saya pasti taulah, walau belum pernah ke sana. Sebenarnya di Tibet, China sudah menang banyak, bayangkan Tibet itu punya Emas, Uranium, Bahan baku untuk baterai di iPhone dan Samsung, lahan pertanian Tibet juga luas, kalau kamu jalan2 ke Tibet, kamu bisa kagum dengan luasnya pertanian walaupun lahannya berada di atas ketinggian 3000 meter. Belum lagi Tibet punya Glacier, dan gunung2 diatas 6000 meter, yang otomatis Tibet dialiri air jernih dari Great Himalaya. Untuk cadangan air di masa depan ? Hey, China punya kerannya. Tibetan Glacier itu bisa kasih minum nyaris seluruh mainlandnya ASIA. Jika China nantinya pelit, keran itu tinggal ditutup, haus lah kita.
Saat kami di Colombo – Sri Lanka, kami terpesona dengan kotanya yang bersih, teratur, penduduk yang beradab, rapih, gedung – gedung tinggi mulai menjulang. Perekonomian terlihat berkembang. Colombo tampak seperti seperti little Singapore. Mobil mewah seliweran, tidak jarang mobil super mewah sama2 berada dijalanan ibu kota bersebelahan dengan Tuk Tuk India. Saat kami berada di Colombo, Presiden Jokowi sedang berada di sana juga, sambutannya meriah sekali, kok ya saya jadi bangga jadi orang Indonesia. Saya kira Indonesia menjadi negara panutan yang memang patut dicontoh orang Sri Lanka, ehh.. ternyata seminggu kemudian, Perdana Menteri Singapore datang juga, dan sambutannya lebih meriah lagi. Saya seketikan ngga jadi bangga sama Indonesia. Saat itu saya cukup kaget melihat Colombo, ada pembangunan manmade island dan resort tepat di depan gedung parlemen di ibu kota. Projectny besar sekali, seperti Meikarta lah cita cita mulianya itu, tp ternyata pembangunannya terhenti, tahu kenapa? Sri Lanka terlilit hutang dengan China. Terdapat pembangunan Port di sisi selatan Sri Lanka yang katanya mereka tidak bisa bayar. Entah bagaimana kontraknya, intinya port jatuh ke tangan China, dan tidak hanya akan digunakan untuk port singgah pengiriman, tetapi juga basis maritimny China, so kita sudah tau siapa penguasa laut Hindia itu selanjutnya. Sang Negara kuat ASIA Selatan, India, geram mendengar kabar ini, karena kontrak yang bernasib sama juga terjadi di depan gedung Parlemen, dan jika pun lahan itu digunakan untuk maritim, gawat juga, karena lokasinya yang benar – benar face to face dengan India.
Kasus Maldives, sama dengan kasusnya Sri Lanka, coba kamu buka google map, atau maps.me, lalu zoom in ke pulau Hulhumale dan Male, kamu akan melihat jembatan penghubung antar pulau, namanya Maldives – China Friendship Bridge (gileee jauh amatt), jembatan ini sepaket dengan manmade island Hulhumale dan pembangunan airport. Saat kami di sana, Male sedang konflik, saya maklum negara ini terlalu rapuh. Negaranya kecil, tidak punya penghasilan apa – apa. Jika traveloka di iklannya bilang Maldives punya seafood yang best, saya bisa bilang, Maldives cuma punya Tuna, iya itu pun tuna kaleng. Import pulak. Bohong banget itu traveloka. Hampir semua bahan makanan Maldives itu import, jangan heran kl kamu k sana bisa ketemu biskuat di supermarket. Maldives saat ini terlilit hutang juga dengan China, dan lagi – lagi, kontraknya adalah pembangunan port, dan saat port jatuh ke tangan China, maka China berhak untuk membangun maritim di sana. Pernah ngga terbersit kenapa China malah melihat negara – negara skala kecil begini ? ternyata pilihan mereka itu tepat, buktinya… kreditny macet. Dan jika memang China menduduki 2 negara itu, shipment barang dari China akan lebih murah. Coba bayangkan kirim barang ke Eropa lewat darat, ada berapa tarif pajak yang harus dia bayar saat melewati negara negara tersebut. *coba buka peta lagi.
Ini sebenarnya yang dibilang, Jalur Sutera itu membuka peradaban baru. Dahulu kala kamu tau ngga kenapa si Colombus melakukan perjalanan laut ke India ? Karena dia mau dagang! Tau ngga, kenapa si doi ngga lewat darat ? Karena pajak di negara negara persia itu MAHAL! Nah konsep yang sama digunakan oleh China dalam merealisasikan One Belt One Road ini. One Belt, dideskripsikan sebagai jalur darat, dan One Road sebagai jalur lautnya. Keren banget kan cita – citanya ? Coba bandingin sama negara kita, ngurusin LRT aja ngga kelar – kelar.
Kami pergi ke Uzbekistan dan Kyrgyzstan tahun lalu, Uzbekistan yg saya kira mempunyai teknologi dan infrastruktur adopsi Rusia, ternyata salah, dari China juga. Jalur Silk Road ini bukan lagi jalanan Unta ataupun keledai, tp sudah bertransformasi, bukan lagi mobil yang lewat, tp di sana tertanam pipa gas, sepanjang Amu Darya River. Silk Road kini, bukan hanya perjalanan sebuah komoditi sutera, tp juga membuka komoditi vital lain si negara uncle Xi. Makanya saya lebih sering menyebutnya Iron Silk Road. Kyrgyzstan menyimpan cerita yang sama, negara yang berbatasan langsung dengan China, kini mempunyai project Teknologi Informasi dengan negara itu. Tidak heran jika kamu ke Kyrgyz, Internet cepat sekali dibanding negara tetangganya. Jalanan juga mulus… Kyrgyzstan yang memang special, sama seperti Nepal. Letak Kyrgyz mengunci Xinjiang Autonomous Region, akan membawa manfaat untuk China mempermudah kontrol area mayoritas muslim itu.
Pada saat China memberikan peluang untuk membangun transportasi di beberapa negara, sebenarnya China membuka peluang yang lain untuk berkembang. Teknologi Informasi, pembangunan fasilitas, pembukaan target market baru, serta perkembangan innovasi produk. Hanya saja, project ini terkadang diambil oleh para penguasa yang memang belum mementingkan kesejahteraan rakyatnya. Contoh, Sri Lanka. Negara ini korupsinya tinggi sekali, saking ngga punya uangnya itu negara, nyalain lampu di kantor walikota dan gedung parlement saat besoknya mau Independence day aja ngga. Rakyat juga sudah mulai tidak respect terhadap negaranya sendiri. *sama ky saya.
Kamu pernah ke Eropa ? Jangan foto – foto di Menara Eiffel doank, coba temukan apa cerita si OBOR ini, di Balkan, hingga Eropa Barat. Tidak punya kesempatan ke Eropa? lihat negara kamu sendiri, bagaimana peran si OBOR terhadap Indonesia, akan makin makmur seperti si negara penggagas, atau malah lepas seperti SriLanka?
For you to think, because Travelling is a journey to know more about your motherland
– Nina Muthmainah
g2zqru
a1zi9e
fkuuty
6xuohw
3tp9yv