Menginjakkan Tibet pertama kali rasanya campur aduk. Turun dari kereta, mulut tidak bisa mingkem, senyuumm terus. Astaga, ini kota terbesar di ketinggian 3800 meter di atas permukaan laut. Bisa berada di ketinggian ini setelah 2 malam dengan altitude sickness ternyata saya masih bisa survive!! Bahagia seperti mimpi, kagum atas kemegahan Lhasa yang notabene ngalahin Jakarta. Saya pernah ke beberapa kota di ketinggian yang sama, tapi tidak se-istimewa ini. Jalanan luas mulus, semua sudutnya tertata rapih, bersih, mobil – mobil mewah berkeliaran. Gedung – gedung berlantai 5 menjulang, pohon – pohon menguning dipinggir jalan. Saat saya melihat tiang pemerintah Republik Rakyat Tiongkok persis didepan stasiun kereta Lhasa, barulah saya terbangun dari semua kenyataan.. This is not Tibet, This is not Tibet as i knew from all the stories i heard in Leh, in Dharamsala, in Mustang, in Jharkot, in Norbulinka Institute. Tibet now is part of China. This is China, like Chengdu, like Beijing, like “CHINA”. Mobil kami akhirnya melewati sang Icon, Potala Palace, Istana Dalai Lama termegah seantero Himalaya. Warna putih yang sangat bersih, megah, berpadu dengan merah maroon di beberapa puncaknya. Pada hari itu para Tibetan banyak yang sedang melakukan Kora, berjalan mengelilingi temple atau stupa sebanyak 108 kali, […]
- Home
- Tibet
Kami akan sampai di Tibet dengan menggunakan kereta. Memulainya dari Chengdu – Xining lalu Lhasa. Kami semua 14 orang. Kami sudah menyiapkan visa China, dan permit Tibet sebelum memasuki Lhasa. Menaiki kereta ke Tibet ternyata menjadi pengalaman tersendiri bagi kami. Qinghai Railway Tibet merupakan salah satu jalur kereta tertinggi di dunia, menembus pegunungan Himalaya hingga ke ketinggian 5000an meter, dengan 48 jam perjalanan. Untuk book tiketnya sendiri ternyata cukup sulit, karena kereta hanya bisa di book 30 hari sebelum departure, dan tidak available setiap harinya. Minggu pertama mungkin hanya 3 schedule yang dibuka, dan begitu seterusnya. Karena kami 1 grup cukup banyak, jadi tidak semua mendapatkan soft sleeper (gerbang paling nyaman sepenjuru kereta). Kami terbagi 5 orang di softsleeper dan 9 orang di hardsleeper. Keretanya bagi kami cukup nyaman, gerbong bersih dan beberapa kali disweeping untuk pembuangan sampah. Terdapat listrik untuk charging, semua bisa mengakses gerbong restorasi untuk pesan makanan, walaupun gerobak dorong juga dijajakan di jam tertentu. Hot water juga selalu tersedia di belakang gerbong. Kenyamanan toilet ? Saya yang mendapatkan seat di hardsleeper bisa mengkategorikan toilet bersih dengan tombol flush, tombol call jika terjadi sesuatu. Di hardsleeper, kami menggunakan toilet jongkok. Tissue kering tersedia, namun saya pribadi lebih […]
Kami baru saja menyelesaikan perjalanan Tibet – Nepal Overland. Perjalanan yang tidak bisa dikategorikan sebuah backpacker tour, tp sebuah survival adventure. Many stories, many sceneries to build another experience to reach some valleys over 3000 meters, to see the highest point on earth, to mark ourselves that we are more than grateful to pass all the journey. it’s always further than it looks. It’s always taller than it looks. And it’s always harder than it looks. – The Great Himalaya Saat sekolah menengah saya dulu, guru geografi saya pernah bilang, Everest itu kakinya menginjak 3 negara, Nepal – India – Tibet. Saat itu saya cuma manggut – manggut aja. Sekarang saya bisa protes, sejak kapan Everest menjangkau India ? Tapi di kepala bocah 13 tahun, mendapatkan informasi gunung yang bisa melingkupi 3 negara itu luar biasa, padahal informasinya ngawur. Mengexplore Tibet dan Culture di pegunungan Himalaya bagi saya tidak mungkin dijalankan sendiri, walaupun saya juga tidak pernah berharap mempunyai seorang travelmate. Pikiran saya saat itu adalah hanya membayar seorang guide kemanapun saya pergi, namun seiring berjalan waktu, ternyata saya mendapatkan partner travel yang memang sama – sama interest di Tibetan Culture. Dari ceritanya, ternyata dia lebih aneh lagi, di umur […]
Setelah keliling di Kagbeni, dapat dipastikan penduduk di Kagbeni bergantung pada pertanian, walaupun ladangnya tidak besar, dan hanya cukup untuk satu perkampungan tersebut. Mereka menanam gandum dan millet, beberapa keluarga juga berternak kambing dengan bulu yang panjang. Di Mustang area, etnis penduduknya adalah Thakali dan Tibetan Gurung, mereka percaya pada Tibetan Buddhism. Etnis yang sama juga dapat dijumpai di Muktinath. Di Kagbeni ada satu monastary kuno, Tibetan Monastry bernama Kag Chode Thupten Samphel Ling Monastery. Monastery ini berdiri tahun 1429, 500an tahun yang lalu oleh Great Lama Tenpai Gyaltsen of Tibet. Walaupun umurnya sudah sangat tua, koleksinya sungguh luar biasa. Gambar patung – patung Buddha kuno masih sangat bagus, walaupun ada beberapa koleksi yang tidak bisa dipertahankan dan tidak dapat direstorasi. Tulisan doa kitabnya pun masih terselamatkan. Monastery ini sangat menggambarkan betapa Kerajaan Mustang jaman dahulu sangat erat kaitannya dengan Tibetan Buddhism. Kag Chode Thupten Samphel Ling Monastery, sempat dihentikan kegiatan spiritualnya karena kekurangan dana dan tidak adanya leader yang kompeten. Beruntung kami mendapatkan guide yang dapat berbahasa inggris dengan sangat baik. Dia adalah seorang mahasiswa asal Jepang. Sayang tidak boleh mengambil foto di dalam Kag Chode Thupten Samphel Ling Monastery. Konon sebelum tahun 1950an, penduduk Tibet menganggap Tibet sebagai […]