Orang – orang desa memulai harinya cukup pagi (baca : subuh), beberapa orang sudah bangun dari tidurnya lalu memerah kerbau. Banyak orang desa yang tidak punya kerbau, dan susu sepertiny salah satu minuman wajib bagi mereka. Jadi setelah memerah, mereka langsung turun gunung untuk menjual susu, dan kembali sebelum jam 7 pagi. Rata – rata orang desa memang vegetarian, jadi tidak jarang Hari tanya saya, Nina kamu butuh protein? bolak balik tiap hari tanya itu. Saya cuma bilang, I am easy, i can take everything. Nah, karena mereka vegetarian, protein hewani hanya di dapatkan dari susu. Entah susu kerbau ataupun susu kambing. Sepanjang saya di sana, di gunung tidak ada yang memelihara ayam, katanya sih ayam itu bawa penyakit. Kalau saya pikir juga, ya buat apa ternak ayam, wong ayamny aja ngga dimakan, paling cuma ambil telurnya. Jadi kerbau ini sudah paling ok untuk peliharaan tiap rumah, karena kerbau ternyata bisa makan apa saja. Mereka seperti blackhole. Para penduduk desa hampir tidak menyisakan makanan sama sekali, mereka selalu menghabiskan semuanya. Jika bersisa, mereka memberikan sisa makanan tersebut ke kerbau, kadang juga ke kambing, selama saya di sana, mungkin si kerbau sangat berterimakasih kepada saya, karena saya paling rajin kasih sisa makanan saya ke mereka.
Jika penduduk desa tidak menjual susu di pagi hari, biasanya saat matahari mulai terbit, mereka langsung membawa arit, dan keranjang.. lalu mulai mencari rumput untuk ternak. Anehnya, yang mencari rumput ini didominasi oleh perempuan sambil bergosip. Tidak jarang anak – anak perempuan yang belasan tahun juga ikut membantu. Sementara perempuan yang tidak berkepentingan mencabut rumput mendapat tugas untuk memasak di dapur untuk sarapan. Orang orang desa biasanya hanya makan 2x sehari pagi sebelum mereka ke ladang, dan setelah matahari terbenam dengan porsi yang sangat besar. Lalu saya?? Saya yang numpang tidur, pagi hari cuma mondar mandir foto – foto. Kadang juga duduk – duduk menyapa emak2 yang memang sedang menanam sayuran di ladang depan rumah. Kebetulan anaknya teman saya berumur 8 bulan dan dia sedang sakit batuk, dan ibunya seumuran dengan saya. Jadi saya gantian jaga anaknya. Sementara ibunya menjemur pakaian ataupun bersih bersih di dapur.
Anak – anak masuk sekolah jam 9 pagi, dan jam 8.30 pagi setelah sarapan di dapur, mereka berlarian turun gunung. Anak anak yang tinggal di atas bukit, menjemput teman – teman lain yang tinggal di bawah. Murid perempuan diharuskan mengepang rambutnya menjadi 2 bagian, kanan dan kiri, sama besar, sama rata, dan diikat dengan pita sesuai dengan ketentuan seragam sekolahnya. Rambut tidak boleh diurai karena akan mengganggu konsentrasi saat belajar. Saya sempat bertanya ke Manila, “saya melihat rata – rata orang Hindu mempunyai rambut panjang, apa mereka tidak boleh memiliki rambut pendek?” lalu Manila menjawab, “semua dewa kami mempunyai rambut panjang, dan rambut adalah pemberian mereka, sehingga kami sebaiknya merawatnya dengan baik dan tidak memotongnya.” Alasan yang cukup logis memang. Saya pernah gagal menyamar jadi Nepali dan ditagih tiket masuk ke temple gara – gara si penjaga melihat rambut saya pendek. hehe..
Biasanya orang – orang desa akan pulang ke rumah sekitar jam 4 sore, untuk bersih – bersih, lalu menyiapkan makan malam, makan malam biasanya sekitar jam 6 atau jam 7. Saat matahari baru saja turun, agar tidak terlalu dingin. Karena toilet cukup jauh dari rumah, kira2 20 meter, dan tidak ada penerangan saat ke toilet, alhasil sebelum tidur kami selalu bareng – bareng ke toilet membawa senter dan masuk bergantian. Setelah jam 6 sore, biasanya saya sudah puasa, agar tengah malam saya tidak bolak balik ke toilet. Selain dingin, jalanny juga sempit.. ngga lucu kan kalau tetiba jatuh tengah malam. Saya sih sudah ngga kepikiran hantu, konsentrasi jalan ke toilet saya sudah sulit. Lagian pusing – pusing kepikir hantu, pas nengok ke atas, saya selalu melihat Milky Way. Maklum di gunung peneranganny minim, jadi lihat bintang ribuan itu syuurrggaa….
Kegiatan malam biasanya kami duduk duduk sambil minum teh susu, dan membantu mengerjakan PR dari sekolah. Sekolah di Nepal memang luar biasaya, saya sempat membuka buku Manila dan semua buku – bukunya menggunakan pengantar bahasa Inggris. Semua exercise, quiz, ataupun tugas harus dijawab dengan bahasa Inggris. Dan memang Manila bersekolah di North Pole Boarding School dengan pengantar bahasa Inggris. Gurunya tidak hanya dari Nepal, tetapi juga dari India dan beberapa volunteer dari Australia dan Eropa. Dengan dibiasakanny volunteer datang ke desanya, membuat para Nepali kecil tidak ragu untuk menyapa foreigner. Yang SMP dan SMA malah sangat antusias dengan bertanya seperti apa di negara saya yang kepulauan itu.
Ini yang menjadi pembelajaran bagi saya saat saya menginap di rumah teman saya di Nepal, untuk selalu membawa foto – foto negaramu seperti apa. Untungnya saya punya beberapa foto saat di Makassar, saat di Bali, dan tentu saja foto keluarga.. Foto saat Idul Adha, saat Idul Fitri. Juga foto – foto saat berada di IndoChina. Well, foto – foto itu yang mempererat kami semua.. mereka bertanya kapan anak mu mulai makan, seperti apa kamu memasak, rumah kamu seperti apa, bagaimana kamu bekerja di kantor, bagaimana jalanan di negara kamu, apa di sana ada kereta, bagaimana rasanya naik kapal laut..Everything.. kami bertukar informasi sampai malam hari.. dengan bahasa inggris yang terbata – bata dan kadang tidak nyambung. Namun dengan intensitas mengobrol hingga 3 jam.. tidak mungkin kalau mereka tidak mengerti. Just let it flow.. Anggap aja ngerti..
ipzc2i
md5zsn
ggfz7m